Mengapa orang enggan atau menolak membuat kompos ?
dari hasil survei oleh BPPT terhadap masyarakat DKI Jakarta, kendala sulitnya mengajak orang mengelola sampah organiknya sendiri antara lain :
- belum memiliki kesadaran bahwa sampah yang dihasilkannya sendiri adalah tanggung jawabnya;
- merasa sampahnya tidak menjadi ancaman langsung bagi dirinya dan keluarganya’
terbiasa dengan kondisi lingkungan yang kurang bersih; - urusan sampah belum menjadi prioritas utama;
- kurang informasi dan kesadaran mengenai hukum tentang pengelolaan samaph;
- kurang mendapat pendidikan tentang pengelolaan sampah;
sehingga agar orang mau mengikuti ajakan kita, harus diyakinkan bahwa membuat kompos itu :
- mudah, paktis ;
- tidak ada bau busuk, tidak ada lalat,
- tidak memerlukan banyak waktu, tenaga, biaya’
- tidak memerlukan lahan luas;
- tidak selalu harus dihubungkan dengan "tidak suka berkebun, tidak punya halaman untuk bertanam";
- asyik, mengamati sampah yang berubah bentuk menjadi butiran seperti tanah;
- Salah satu bentuk ibadah.
untuk mencapai keberhasilan dalam memotivasi orang mengelola sampah organiknya (membuat kompos), perlu :
- Panutan dan keteladanan dari para pimpinan wilayah (ketua RT/RW/Camat/Lurah) dan tokoh masyarakat serta pemuka agama, dengan membuat kompos di rumah masing-masing.
- Pendampingan oleh kader sebagai motivator agar kegiatan berkelanjutan.
- Dukungan dan apresiasi dari instansi terkait yang terlibat dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah, kebersihan dan keindahan lingkungan serta kesehatan lingkungan.
- Kampanye yang terus menerus.
Berikut ini adalah artikel yang diambil dari brosur saat pelatihan di Kebun Karinda.
PEMBUATAN KOMPOS DARI SAMPAH DAPUR & HALAMAN
sampah di perumahan dapat dikelompokkan menjadi sampah rumah tanggan dan sampah yang terserak di jalan-jalan. Daun-daun yang luruh dari pohon pelindung, jika setiap hari tidak disapu tentu mengotori jalan. Langkah pertama sebelum mengolah sampah adalah memilah sampah organik (sisa makanan, sayuran, kulit buah-buahn, daun, dll) dan anorganik (seperti kertas plastik, kaca, logam, dll) mengubah sampah organik menjadi kompos adalah salah satu cara megnatasi masalah sampah diperumahan.
Bagaimana kompos terjadi
- sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh ratusan jenis mikroba (bakteri, jamur, ragi) dan berbagai jenis binatang kecil yang hidup di tanah.
- Proses peruraian ini memerlukan kondisi tertentu yaitu : Suhu, kelembaban dan oksigen.
- makin sesuai kondisinya makin cepat pembentukan kompos dalam waktu sekitar 6 minggu sudah matang.
- Apabila sampah ditimbun saja akan terjadi pembusukan
Proses Pengomposan
- di tempat pengomposan, mula-mula sejumlah besar bakteri akan mengunyah serpihan sampah.
- kemudian jamur dan protozoa (jasad renik bersel satu) akan menyerbu, terlihat adanya lapisan putih di permukaan kompos. Ini adalah jamur dan actinomycetes
- Selanjutnya kompos dapat dijadikan tempat berkembangnya serangga dan cacing karena banyak sumber makanannya
Bahan organik + oksigen à kompos + gas CO2 + air (H2O) + Panas
- Pada pembuatan kompos satu adonan sekaligus minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja sehingga suhu mencapai 60-70 derajat Celcius. (Pada suhu sekitar 65 derajat Celsius selama 3-4 hari, bakteri patogen seperti tifus akan mati. Begitu pula biji gulma yang terbawa dalam potongan rumput)
- Minggu ke -3 dan ke-4 suhu mulai turun menjadi sekitar 40 derajat Celsius.
- Minggu ke-5 dan ke-6 suhu kembali normal seperti suhu tanah yaitu 30-32 derajat Celsius kompos sudah jadi.
Bahan baku kompos
- Bahan yang kaya karbon (C) menjadi sumber energi makanan untuk mikroba. Tanda bahan ini adalah kering, kasar atau berserat, berwarna coklat (sampah coklat)
- Sedangkan Nitrogen (N) diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biak, umumnya berwarna hijau, mengandung air (sampah hijau).
Sampah coklat
(Karbon tinggi)
Daun kering
Rumput kering
Serbuk gergaji serutan kayu
Sekam padi
Kertas
Kulit jagung
Jerami
Tangkai sayuran
Sampah hijau
(Nitrogen tinggi)
Sayuran
Buah-buahan
Potongan rumput
Daun segar
Sampah dapur
Bubuk the dan kopi
Kulit telur
Pupuk kandang (mis: Ayam, itik, sapi, kambing)
Perbandingan C dan N
- perbandingan sampah coklat dan sampah hijau dapat bervariasi tergantung bahan yang tersedia.
- perbandingan yang tepat, mempengaruhi kecepatan pengomposan
- dapat digunakan perbandingan sampah coklat 1 bagian, sampah hijau 2 bagian
- jika terlalu banyak bahan hijau akan keluar air, becek dan berbau. terlalu banyak bahan coklat, pengomposan memakan waktu sangat lama.
Bahan yang sebaiknya tidak dibuat kompos
- sampah dapur berupa daging, ikan, kulit udang, tulang, susu, keju, lemak atau minyak, karena mengundang serangga seperti lalat sehingga pada proses pengomposan timbul belatung. Sampah ini juga mengundang anjing dan kucing untuk mengaisnya
- Kotoran anjing dan kucing, kemungkinan membawa penyakit
- tanaman yang berhama atau gulma, karena hama atau bijinya masih terkandung dalam kompos.
Kelembaban
- Air sangat diperlukan bagi kehidupan mikroba yang bekerja dalam proses pengomposan
- terlalu banyak air akan mematikan mikroba aerob, sehingga yang bekerja adalah mikroba anaerob, terjadi proses pembusukan. maka tempat pengomposan sebaiknya tidak langsung terkena air hujan.
- terlalu kering akan menimbulkan dehidrasi bagi mikroba, pengomposan akan berjalan sangat lambat
- kelembaban yang optimal adalah sekitar 50-60% yaitu bahan kompos terasa basah seperti busa spon yang habis diperas tetapi airnya tidak sampai menetes.
- jika tumpukan kompos terlihat kering karena airnya menguap, perlu diperciki air lagi.
Oksigen
- Mikroba pembuat kompos perlu udara segar (oksigen) untuk tumbuh dan berkembang biak (mikroba aerob)
- Jika udara habis, mikroba anaerob akan mengambil alih. Mereka menguraikan secara lebih lambat, menghasilkan gas metan yang beracun dan gas yang berbau seperti telur busuk. keluar air lindi yang hitam dan berbau busuk.
- Pada lapisan sampah yang baru, masih terkandung cukup. Tetapi kalau mikroba sudah mulai tumbuh dan kompos sudah mulai terbentuk, mikroba ini memerlukan banyak oksigen sehingg perlu sering diaduk atau dibalik untuk memasukkan udara segar.
Cara Pengomposan Sampah Dapur.
Wadah pengomposan
- Drum plastik, bagian dasarnya dilubangi 5 buah. Diletakkan diatas bata agar aliran udara bisa masuk. Diberi tutup dari bantalan sabut/ sekam (dari jaring plastik) untuk menjaga kelembaban dan suhu pengomposan
- Gentong/tempayan dari tanah liat ukuran 50-100L bagian dasarnya dilubangi 5 buah. diberi tutup bantalan sabut/sekam
- Keranjang tempat cucian (laundry basket), bagian dasarnya dilubangi 6 buah, diberi alas bantalan sabut/sekam. Didalamnya diberi lapisan kardus.
- Keuntungan tempat atau wadah pengomposan yang berukuran 200L atau lebih adalah dapat menyimpan panas sehingga suhu pengomposan dapat mencapai optimal
- Jika wadah pengomposan kurang dari 50L suhu hanya mencapai 40o C sehingga hasil kompos masih mengandung biji gulma atau biji buah-buahan yang dapat tumbuh jika kompos digunakan.
- Wadah pengomposan sebaiknya tidak kena air hujan
Pelaksanaan Pengomposan
A.Pemilahan sampah
- Sampah organik yang berupa sisa makanan, kulit buah, sisa sayuran dicacah 2×2 cm
- sisa sayur yang mengandung santan dibilas dulu ditiriskan. Tulang daging, lemak, minyak disisihkan karena menggangu proses pengomposan
B. Pencampuran
- Wadah pengomposan diisi dulu dengan kompos lama 1/3 wadah
- masukkan sampah dapur setiap hari, diaduk sampai tertutup kompos lama
jika terlalu basah ditambah sampah coklat, misalnya serbuk kayu gergajian atau sekam - proses pengomposan berjalan timbul panas
- setelah wadah penuh, 1/3 bagian bawah bisa digunakan sebagai kompos 2/3 bagian atas dilanjutkan prosesnya sebagai biang.
Cara Pengomposan sampah halaman
Wadah pengomposan
- Dapat dibuat diatas tanah, memakai batu bata atau paving block, papan atau bambu, dipasang berselang seling agar aliran udara bisa masuk. ukurannya kira-kira 80×80cm, tinggi 1 meter atau lebih tergantung jumlah bahan
- Adonan kompos ditimbun di dalamnya dan ditutup dengan kain terpal, karung goni atau sabut kelapa yang dimasukkan dalam kantung dari jaring plastik.
- Wadah atau tempat pengomposan sebaiknya tidak terkena air hujan, diletakkan di tempat rindang.
Proses Pengomposan
a. Pemilahan Sampah
- sampah organik (daun, rumput) dipilah dari sampah anorganik (misal sampah plastik)
- jika daun-daun terlalu lebar, dicacah sehingga menjadi potongan kecil (sekitar 3×3cm) untuk memudahkan mikroba memakannya, makin kecil ukuran sampah, makin cepat menjadi kompos
b. Pencampuran
- campur 1 bagian sampah coklat dengan 2 bagian sampah hijau. Tambahkan 1 bagian kompos matang, campur. Jika sampah hijau kurang dapat ditambah kotoran ternak (ayam, sapi atau kambing)
- Disiram air sampai lembab
- masukkan ke dalam wadah pengomposan
- Proses pengomposan berjalan, jika hari kedua adonan kompos menjadi panas
C. Pembalikan
- untuk mengendalikan ketersediaan udara segar (oksigen) dan suhu dilakukan pembalikan setiap 7 hari sekali
- jika adonan kompos kering perlu diperciki air
D. Pematangan
- setelah prose pengomposan berjalan 4 minggu, suhu menurun mendekati suhu tanah. Pembalikan tetap dilakukan selama 2 minggu
- Tanda-tanda kompos yang sudah matang antara lain :
- tidak terlihat bahan aslinya (daun) tetapi menjadi butiran seperti tanah
- tidak berbau sampah atau busuk, tetapi berbau tanah
- warna kehitaman atau coklat kehitaman
- suhu sama dengan suhu tanah
e. Pengayakan
- kompos yang sudah matang diayak untuk memisahkan dari bahan-bahan yang kasar, misalnya ranting, potongan daun, biji-bijian atau kulit buah yang belum menjadi kompos karena terlalu besar atau keras.
- Kompos kasar yang tertinggal diayakan dapat digunakan sebagai "biang" karena mengandung mikroba pengurai sampah, dapat dicampurkan ke dalam tempat pengomposan yang baru
F. Pengemasan
- Kompos yang siap pakai dimasukkan ke dalam kantung-kantung plastik kedap air agar kelembaban terjaga
- kompos yang terlalu basah perlu diangin-anginkan terlebih dahulu ditempat teduh
Pemeriksaan Mutu Kompos
kompos yang baik :
- tidak berbau busuk tetapi berbau tanah
- warna kehitaman atau coklat kehitaman, berbentuk butiran seperti tanah
- suhu sama dengan suhu tanah
- jika dimasukkan kedalam air seluruhnya tenggelam dan warna air keruh tetapi bening. Jika sebagian besar mengambang, berarti ada bahan yang belum menjadi kompos (dari pembusukan atau pembakaran sampah). Jika airnya keruh berarti mengandung air lindih dari pembusukan sampah
- jika digunakan untuk pupuk tidak tumbuh tanaman yang tidak dikehendaki (gulma)
Mempercepat pengomposan